Kamis, 07 Oktober 2010

MENEJEMEN ASUHAN KEPERAWATAN HIV/AIDS

BAB I
PENDAHULUAN


1.1. Latar belakang
Adapun yang melatarbelakangi penulisan makalah ini selain merupakan tugas kelompok juga merupakan materi bahasan dalam mata kuliah Keperawatan Medical Bedah. Dimana mahasiswa dari setiap kelompok akan membahas materi, sesuai judul materi yang telah ditugaskan kepada masing-masing kelompok. Adapun dalam makalah ini akan dibahas tentang “AIDS (Aquired Immuno Deficiency Syndrome)” yang merupakan penyakit yang menyerang system kekebalan tubuh manusia, yang dapat memudahkan atau membuat rentan si pendertia terhadap penyakit dari luar maupun dari dalam tubuh. AIDS merupakan penyakit yang disebabkan oleh Human Immuno-deficiency Virus (HIV). Sampai dengan 30 November 2000, tercatat 1113 orang mengidap infeksi HIV dan telah 446 orang yang telah manifes sebagai AIDS. Jumlah ini bertambah 45 % dari tahun sebelumnya

1.2. Tujuan Penulisan
Adapun beberapa tujuan penulisan makalah ini antara lain :
1.2.1. Bagi Pendidikan
a) Sebagai bahan pertanggungjawaban mahasiswa dalam mengerjakan tugas kelompok dari mata kuliah Keperawatan Medical Bedah.
b) Sebagai bahan penilaian terhadap tugas yang di berikan terhadap mahasiswa ; baik dalam penyusunan makalah maupun presentasi makalah.
1.2.2. Bagi Mahasiswa
a) Sebagai bahan pembelajaran dalam diskusi kelompok.
b) Mahasiswa mampu menguasai bahan makalah dan mempresentasikan hasil diskusi kelompok
1.3. Batasan Masalah
1.3.1. Pendahuluan
1.3.1.1. Latar Belakang
1.3.1.2. Tujuan Penulisan
1.3.1.3. Batasan Masalah
1.3.1.4. Metode penulisan
1.3.2. Pembahasan
1.3.2.1. Pengertian
1.3.2.2. Etiologi
1.3.2.3. Patofisiologi
1.3.2.4. Gejala Penyakit AIDS
1.3.2.5. Komplikasi
1.3.2.6. Penyakit yang Sering Menyerang Perilaku AIDS
1.3.2.7. Pengobatan
1.3.2.8. Penularan Penyakit AIDS
1.3.2.9. Cara Penularan
1.3.2.10. Manajemen Keperawatan
1.3.2.11. Pengkajian
1.3.2.12. Diagnosa Keperawatan
1.3.2.13. Perencanaan
1.3.2.14. Evaluasi
1.3.3. Kesimpulan dan Saran
1.3.3.1. Kesimpulan
1.3.3.2. Saran

1.4. Metode Penulisan
1.4.1. Library research/kepustakaan.
Dimana data dikumpulkan dari buku-buku yang membahas tentang AIDS, sampai kepada asuhan keperawatan pada pasien dengan AIDS.
1.4.2. Situs Website
Data dikumpulkan dari beberapa situs website di internet yang membahas tentang AIDS.











BAB 2
ACQUIRED IMMUNO DEFICIENCY SYNDROME
(AIDS)



2.1. Pengertian
AIDS merupakan singkatan dari Acquired Immuno Deficiency Syndrome. Acquired artinya didapat, jadi bukan merupakan penyakit keturunan, immuno berarti sistem kekebalan tubuh, deficiency artinya kekurangan, sedangkan syndrome adalah kumpulan gejala.

2.2. Etiologi
AIDS adalah penyakit yang disebabkan oleh virus yang merusak sistem kekebalan tubuh, sehingga tubuh mudah diserang penyakit-penyakit lain yang dapat berakibat fatal. Padahal, penyakit-penyakit tersebut misalnya berbagai virus, cacing, jamur protozoa, dan basil tidak menyebabkan gangguan yang berarti pada orang yang sistem kekebalannya normal. Selain penyakit infeksi, penderita AIDS juga mudah terkena kanker. Dengan demikian, gejala AIDS amat bervariasi.
Virus yang menyebabkan penyakit ini adalah virus HIV (Human Immuno-deficiency Virus). Dewasa ini dikenal juga dua tipe HIV yaitu HIV-1 dan HIV-2. Sebagian besar infeksi disebabkan HIV-1, sedangkan infeksi oleh HIV-2 didapatkan di Afrika Barat. Infeksi HIV-1 memberi gambaran klinis yang hampir sama. Hanya infeksi HIV-1 lebih mudah ditularkan dan masa sejak mulai infeksi (masuknya virus ke tubuh) sampai timbulnya penyakit lebih pendek.

2.3. Patofisiologi
Setelah terinfeksi HIV, 50-70% penderita akan mengalami gejala yang disebut sindrom HIV akut. Gejala ini serupa dengan gejala infeksi virus pada umumnya yaitu berupa demam, sakit kepala, sakit tenggorok, mialgia (pegal-pegal di badan), pembesaran kelenjar dan rasa lemah. Pada sebagian orang, infeksi dapat berat disertai kesadaran menurun. Sindrom ini biasanya akan menghilang dalam beberapa mingggu. Dalam waktu 3 – 6 bulan kemudian, tes serologi baru akan positif, karena telah terbentuk antibodi. Masa 3 – 6 bulan ini disebut window periode, di mana penderita dapat menularkan namun secara laboratorium hasil tes HIV-nya masih negatif.

Setelah melalui infeksi primer, penderita akan masuk ke dalam masa tanpa gejala. Pada masa ini virus terus berkembang biak secara progresif di kelenjar limfe. Masa ini berlangsung cukup panjang, yaitu 5 10 tahun. Setelah masa ini pasien akan masuk ke fase full blown AIDS.

2.4. Gejala Penyakit AIDS
Gejala penyakit AIDS sangat bervariasi. Berikut ini gejala yang ditemui pada penderita AIDS :
• Panas lebih dari 1 bulan,
• Batuk-batuk,
• Sariawan dan nyeri menelan,
• Badan menjadi kurus sekali,
• Diare ,
• Sesak napas,
• Pembesaran kelenjar getah bening,
• Kesadaran menurun,
• Penurunan ketajaman penglihatan,
• Bercak ungu kehitaman di kulit.
Gejala penyakit AIDS tersebut harus ditafsirkan dengan hati-hati, karena dapat merupakan gejala penyakit lain yang banyak terdapat di Indonesia, misalnya gejala panas dapat disebabkan penyakit tipus atau tuberkulosis paru. Bila terdapat beberapa gejala bersama-sama pada seseorang dan ia mempunyai perilaku atau riwayat perilaku yang mudah tertular AIDS, maka dianjurkan ia tes darah HIV.

2.5. Komplikasi
Berdasarkan data-data hasil penilaian komplikasi yang mungkin terjadi mencakup : (Suzanne C. Smeltzer, Brenda G. Bare, Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Sudarth ed. 8, EGC, Jakarta, 2001: 1734)
1) Infeksi oportunistik
2) Kerusakan pernapasan atau kegagalan respirasi
3) Syndrome pelisutan dan gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit
4) Reaksi yang merugikan terhadap obat-obatan.
2.6. Penyakit yang Sering Menyerang Perilaku AIDS
Dengan melemahnya sistem kekebalan tubuh, penderita menjadi lebih mudah terserang penyakit infeksi maupun kanker. Bahkan penyakit-penyakit inilah yang sering menjadi penyebab kematian penderita. Infeksi yang timbul karena melemahnya kekebalan tubuh ini disebut infeksi oportunistik. Sebagian besar penyakit infeksi yang timbul merupakan reaktivasi (pengaktifan kembali) kuman yang sudah ada pada penderita, jadi bukan merupakan infeksi baru. Sementara itu, untuk infeksi parasit/jamur tergantung prevalensi parasit/jamur di daerah tersebut. Berikut penyakit yang ditemukan pada penderita AIDS :
• Kandidiasis oral dan esophagus,
• Tuberkulosis paru/ekstrapulmoner,
• Infeksi virus sitomegalo,
• Pneumonia rekurens,
• Ensefalitis toksoplasma,
• Pneumonia P. Carinii,
• Infeksi virus herpes simpleks.

2.7. Pengobatan
Walau belum ada obat penyembuh AIDS, namun telah ditemukan beberapa obat yang dapat menghambat infeksi HIV dan beberapa obat yang secara efektif dapat mengatasi infeksi. Jadi sebagian besar masalah klinik dapat diobati, kualitas hidup dapat diperbaiki dan harapan hidup dapat ditingkatkan.
Pada umumnya pengobatan penderita AIDS dapat dibagi menjadi 3 yaitu pengobatan terhadap HIV, pengobatan terhadap infeksi oportunistik, dan pengobatan pendukung seperti nutrisi, olahraga, tidur, psikososial, dan agama.

2.8. Penularan Penyakit AIDS
Biaya pengobatan penyakit ini amat mahal, padahal hasilnya pun masih belum memuaskan, karena itu akan lebih baik mencegah timbulnya penyakit ini bila dibandingkan mengobati. Untuk melakukan upaya pencegahan perlu diketahui bagaimana cara penularan penyakit ini.
Pada prinsipnya penularan penyakit ini dapat melalui hubungan seksual, parenteral, dan perinatal. Kendati efektifitas penularan seksual sangat kecil dibandingkan jalur penularan lain, yaitu berkisar 0,1 – 1 %, tetapi karena frekuensi kejadiannya sangat besar maka prosentase penularan HIV secara seksual akhirnya menjadi sangat besar.

2.9. Cara Penularan
Berikut cara penularan pada 446 kasus AIDS di Indonesia (data sampai 30 November 2000).
• Hubungan seksual
• Pengguna narkotika suntik
• Perinatal
• Tranfusi darah

































BAB 3
MANAJEMEN KEPERAWATAN




3.1. Pengkajian
pengkajian keperawatan mencakup pengenalan factor risiko yang potensial, termasuk praktik seksual yang berisiko dan penggunaan obat-obatan Intravena. Status fisik dan psikologis pasien harus di nilai. Semua factor yang mempengaruhi fungsi system imun perlu digali dengan seksama.
Status nutrisi dinilai dengan menanyakan riwayat diet dan mengenalai factor-faktor yang dapat menggangu asupan oral seperti anoreksia, mual, vomitus, nyeri oral atau kesulitan menelan. Disamping itu, kemampuan pasien untuk membeli dan mempersiapkan makanan harus dinilai. Pertimbangan berat badan, pengukuran antropometrik, pemeriksaan kadar BUN (blood urea nitrogen), protein serum, albumin dan transperin akan memberikan parameter status nutrisi yang objektif.
Kulit dan membrane mukosa diinspeksi setiap hari untuk menemukan tanda-tanda lesi, ulserasi atau infeksi. Rongga mulut diperiksa untuk memantau gejala kemerahan , ulserasi dan adanya bercak-bercak putih seperti krim yang menunjukkan kandidiasis. Daerah perianal harus diperiksa untuk menemukan ekskoriasi dan infeksi pada pasien dengan diare profus. Pemeriksaan kultur luka dapat dimintakan untuk mengidentifikasi mikroorganisme yang infeksius.
Status respiratorius dimulai dengan pemantauan pasien untuk mendeteksi gejala batuk, produksi sputum, napas yang pendek dan ortopnea, takipnea, dan nyeri dada. Keberadaan suara pernapasan dan sifatnya juga harus diperiksa. Ukuran fungsi paru yang lain mencakup hasil foto roentgen thoraks, hasil pemeriksaan gas darah arteri dan hasil tes faal paru.
Status neurologist ditentukan dengan menilai tingkat kesadaran pasien, orientasinya terhadap orang, tempat dan waktu serta ingatan yang hilang. Pasien juga di nilai untuk mendeteksi gangguan sensorik (perubahan visual, sakit kepala, patirasa dan parestesia pada ekstremitas) serta gangguan motorik (perubahan gaya jalan, paresis atau paralysis) dan serangan kejang.
Status cairan dan elektrolit dinilai dengan memeriksa kulit serta membrane mukosa untuk menetukan turgor dan kekeringan. Peningkatan rasa haus, penurunan haluaran urin, tekanan darah yang rendah dan penurunan tekanan sistolik antara 10 dan 15 mm Hg dengan disertai kenaikan frekuensi denyut nadi ketika pasien duduk, denyut nadi yang lemah serta cepat dan berat jenis urin sebesar 1,025 atau lebih, menunjukkan dehidrasi. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit seperti penurunan kadar natrium, kalium, kalsium, magnesium dan klorida dalam serum secara khas akan terjadi karena diare hebat. Pemeriksaan pasien juga dilakukan untuk menilai tanda-tanda dan gejala deplesi elektrolit ; tanda-tanda ini mencakup penurunan status mental, kedutan otot, denyut nadi yang tidak teratur, mual serta vomitus, dan pernapasan yang dangkal.
Tingkat pengetahuan pasien tentang penyakitnya dan cara-cara penularan penyakit harus di evaluasi. Disamping itu, tingkat tingkat pengetahuan keluarga dan sahabat perlu dinilai. Reaksi psikologis pasien terhadap diagnosis penyakit AIDS merupakan informasi penting yang harus di gali. Reaksi dapat bervariasi antara pasien yang satu dengan yang lainnya dan dapat mencakup penolakan, amarah, rasa takut, rasa malu, menarik diri dari pergaulan social dan depresi. Pemahaman tentang cara pasien menghadapi sakitnya dan riwayat stress utama yang pernah dialami sebelumnya kerapkali bermanfaat. Sumber-sumber yang dimiliki pasien untuk memberikan dukungan kepadanya juga harus diidentifikasi.

3.2. Diagnosa
Daftar diagnosa keperawatan yang mungkin dibuat sangat luas karena sifat penyakit AIDS yang amat kompleks.
1) Kerusakan integritas kulit yang berhubungan dengan manifestasi HIV ekskoriasi dan diare.
2) Diare yang berhubungan dengan kuman pathogen pada usus dan atau infeksi HIV.
3) Risiko terhadap infeksi yang berhubungan dengan imunodefisiensi.
4) Intoleransi aktivitas yang berhubungan dengan keadaan mudah letih, kelemahan, malnutrisi, gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit dan hipoksia yang yang menyertai infeksi paru.
5) Perubahan proses pikir yang berhubungan dengan penyempitan rentang perhatian, gangguan daya ingat, kebingungan dan disorientasi yang menyertai ensefelopati HIV.
6) Bersihan saluran napas tidak efektif yang berhubungan dengan pneumonia pneumocystis carinii (PCP), peningkatan sekresi bronkus dan penurunan kemampuan untuk batuk yang menyertai kelemahan serta keadaan mudah letih.
7) Nyeri yang berhubungan dengan gangguan integritas kulit perianal akibat diare, sarcoma Kaposi dan neuropati perifer.
8) Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh, yang berhubungan dengan penurunan asupan oral.
9) Isolasi social yang berhubungan dengan stigma penyakit, penarikan diri dari system pendukung, prosedur isolasi dan ketakutan apabila dirinya menulari orang lain.
10) Berduka diantisipasi yang berhubungan dengan perubahan gaya hidup serta peranannya dan dengan prognosis yang tidak menyenangkan.
11) Kurang pengetahuan yang berhubungan dengan cara-cara mencegah HIV dan perawatan mandiri.

3.3. Intervensi Keperawatan
1) Meningkatkan integritas kulit
 Kulit dan mukosa oral harus dinilai secara rutin untuk mendeteksi perubahan dalam penampakan, lokasi serta ukuran lesi dan menemukan bukti infeksi serta kerusakan kulit.
 Anjurkan pasien sedapat mungkin mempertahankan keseimbangan antara istirahat dan mobilitas. Pasien yang immobile (tidak dapat bergerak) harus dibantu untuk mengubah posisi tubuhnya setiap 2 jam sekali.
 Alat-alat seperti kasur dengan tekanan yang berubah-ubah dan tempat tidur khusus (low and high-air loss beds) digunakan untuk mencegah disrupsi kulit.
 Pasien diminta untuk tidak menggaruk dan mau menggunakan sabun yang nion abrasive serta tidak membuat kulit menjadi kering, dan memakai pelembab kulit tanpa parfum untuk mencegah kekeringan, kulit. Perawatan oral yang rutin harus dianjurkan pula.
 Lotion, salep, dan kasa steril yang dibubuhi obat (medicated) dapat digunakan pada kulit yang sakit sesuai ketentuan dokter. Penggunaan plester harus dihindari.
 Permukaan kulit dilindungi terhadap gesekan dengan menjaga agar kain sprei tidak berkerut dan menghindari pemakaian pakaian yang ketat. Pasien dengan lesi kaki dianjurkan menggunakan kaus kaki katun berwarna putih dan sepatu yang tidak membuat kaki berkeringat.
 Obat-obat antipruritus, antibiotic dan analgetik diberikan menurut ketentuan medik.
 Sering periksa daerah perianal nilai perubahan gangguan integritas kulit dan infeksi. Bersihkan setiap selesai defekasi dengan sabun nonabrasive.
2) Meningkatkan kebiasaan defekasi yang lazim.
 Nilai pola defekasi
 Pantau frekuensi defekasi serta konsistensi feses serta rasa sakit dan kram pada perut berkaitan dengan defekasi.
 Nilai faktor-faktor yang membuat diare yang frekuen kambuh kembali, ukur kuantitas dan volume feses, kultur feses dilakukan untuk mengidentifikasi mikroorganisme pathogen penyebab diare.
 Kolaborasi untuk cara-cara mengurangi diare yang perlu dilakukan pasien, pembatasan asupan oral serta control jenis makanan yang boleh di konsumsi.
3) Mencegah infeksi.
 Kepada pasien dan orang yang merawatnya diminta untuk memantau tanda-tanda infeksi ; seperti gejala demam/panas, menggigil, keringat malam, batuk dengan atau tanpa produksi sputum, napas yang pendek, kesulitan bernapas, rasa sakit pada mulut atau kesulitan menelan, bercak-bercak putih pada rongga mulut, penurunan berat badan, pembengkakan kelenjar limfe, mual, muntah, diare persisten, sering berkemih, sulit untuk mulai dan nyeri saat berkemih, sakit kepala, perubahan visual dan penurunan daya ingat, kemerahan, pembngkakan atau pengeluaran secret pada kulit, lesi vaskuler pada wajah, bibir atau daerah perianal.
 Pantau hasil laboratorium yanmg menunjukkan infeksi.
 Penyuluhan pasien mencakup strategi pencegahan infeksi.
4) Memperbaiki toleransi terhadap aktivitas.
 Pantau kemampuan pasien untuk bergerak (ambulasi), dan ADL pasien.
 Susun rencana rutinitas harian yang menjaga keseimbangan antara aktivitas dan istirahat yang mungkin diperlukan.
 Berikan terapi relaksasi dan imajinasi.
 Kolaborasi untuk pengungkapan penyebab mudah lelah serta strategi menghadapinya.
5) Memperbaiki proses berpikir.
 Periksa keadaan status mental pasien.
 Bantu pasien dan keluarga untuk memahami dan mengatasi semua perubahan yang terjadi dalam proses berpikir.
 Lakukan tindakan untuk melindungi pasien dari cedera, seperti ; penempatan lonceng dan tombol pemanggil yang mudah dijangkau.
6) Memperbaiki bersihan jalan napas.
 Kaji status respiratorius, mencakup frekuensi, irama, penggunaan otot-otot aksesorius dan suara pernapasan.
 Lakukan pengambilan specimen sutum untuk dianalisis.
 Terapi pulmoner dilakukan sedikitnya setiap dua jam sekali untuk mencegah stasis sekresi dan meningkatkan bersihan jalan napas.
 Berikan bantuan dalam merubah posisi.
 Berikan kesempatan istirahat yang cukup.
 Berikan oksigen yang sudah dilembabkan untuk tindakan pengisapan lender (suctioning) untuk mempertahankan ventilasi yang memadai.
7) Meredakan Nyeri dan Ketidaknyamanan.
 Nilai kualitas dan kuantitas nyeri pasien yang berkaitan dengan terganggunya integritas kulit perianal, lesi sarcoma Kaposi dan neuropati perifer.
 Bersihkan daerah perianal untuk memberikan kenyamanan.
 Preparat anastesi topical atau salep dapat diresepkan
 Gunakan bantal yang lunak atau busa untuk kenyamanan saat duduk.
 Kolaborasi untuk penggunaan preparat antiinflamasi nonsteroid (NSAID) pada nyeri akibat sarcoma Kaposi. Dan opoid, antidepresan untuk neuropati perifer.
8) Memperbaiki status nutrisi.
 Pantau berat badan, asupan makanan, hasil pengukuran antropometrik.
 Kaji faktor-faktor yang mengganggu asupan oral seperti anoreksia, infeksi kandida pada mulut serta esophagus, mual, nyeri, kelemahan dan keadaan mudah letih seerta intoleransi laktosa.
 Berikan obat antiemetik secara teratur untuk mengendalikan mual dan muntah.
 Anjurkan pasien memakan makanan yang mudah ditelan dan meghindari makanan yang kasar, pedas ataupun lengket serta terlalu panas atau dingin.
 Anjurkan pasien melakukan hygiene oral sebelum dan atau sesudah makan.
 Anjurkan pasien istirahat sebelum makan, jika keadaan pasien mudah lelah.
 Kolaborasi dengan ahli gizi untuk masalah diet atau asupan gizi yang diperlukan pasien.

9) Mengurangi isolasi social.
 Lakukan penilaian tingkat interaksi social pasien.
 Lakukan tindakan pengendalian infeksi dirumah sakit atau dirumah untuk memberikan kontribusi atas emosi pasien.
 Perawat harus memahami dan menerima penderita AIDS dan keluarga serta pasangan seksualnya.
 Berikan informasi tentang cara melindungi diri sendiri dan orang lain dapat membantu pasien agar tidak menghindar kontak social.
 Pendidikan bagi dokter, perawat akan megurangi faktor-faktor yang turut membuat pasien meras terisolasi.
10) Koping terhadap kesedihan.
 Bantu pasien mengungkapkan dengan kata-kata bagaimana perasaannya.
 Motivasi pasien untuk mempertahankan kontak dengan keluarga serta sahabatnya dan memanfaatkan kelompok-kelompok pendukung AIDS local maupun nasional serta saluran telepon hotline.
11) Pendidikan Pasien dan Pertimbangan Perawatan di Rumah.
 Beritahukan kepada keluarga dan sahabat-sahabat pasien tentang cara-cara penularan AIDS. Bicarakan masalah ketakutan dan kesalahpahaman dengan seksama.
 Sampaikan tindakan penjagaan yang diperlukan untuk mencegah penularan virus HIV, termasuk penggunaan kondom selama melakukan hubungan seksual.

3.4. Evaluasi
Hasil yang diharapkan :
1. Mempertahankan integritas kulit.
2. mendapatkan kembali kebiasaan defekasi yang normal.
3. Tidak mengalami infeksi.
4. Mempertahankan tingkat toleransi yang memadai terhadap aktivitas.
5. Mempertahankan tingkat proses berpikir yang lazim.
6. mempertahankan klirens saluran napas yang efektif.
7. Mengalami peningkatan rasa nyaman, penurunan rasa nyeri.
8. Mempertahankan status nutrisi yang memadai.
9. Mengalami pengurangan perasaan terisolir dari pergaulan social.
10. melewati proses kesedihan/dukacita.
11. melaporkanpeningkatan pemahaman tentang penyakit AIDS serta turut berpartisipasi sebanyak mungkin dalam kegiatan keperawatan mandiri.
12. tidak adanya komplikasi.





























BAB 4
KESIMPULAN DAN SARAN



4.1. Kesimpulan
AIDS merupakan singkatan dari Acquired Immuno Deficiency Syndrome. Acquired artinya didapat, jadi bukan merupakan penyakit keturunan, immuno berarti sistem kekebalan tubuh, deficiency artinya kekurangan, sedangkan syndrome adalah kumpulan gejala.
AIDS adalah penyakit yang disebabkan oleh virus yang merusak sistem kekebalan tubuh, sehingga tubuh mudah diserang penyakit-penyakit lain yang dapat berakibat fatal. Padahal, penyakit-penyakit tersebut misalnya berbagai virus, cacing, jamur protozoa, dan basil tidak menyebabkan gangguan yang berarti pada orang yang sistem kekebalannya normal. Selain penyakit infeksi, penderita AIDS juga mudah terkena kanker. Dengan demikian, gejala AIDS amat bervariasi.
Virus yang menyebabkan penyakit ini adalah virus HIV (Human Immuno-deficiency Virus). Dewasa ini dikenal juga dua tipe HIV yaitu HIV-1 dan HIV-2. Sebagian besar infeksi disebabkan HIV-1, sedangkan infeksi oleh HIV-2 didapatkan di Afrika Barat. Infeksi HIV-1 memberi gambaran klinis yang hampir sama. Hanya infeksi HIV-1 lebih mudah ditularkan dan masa sejak mulai infeksi (masuknya virus ke tubuh) sampai timbulnya penyakit lebih pendek.

4.2. Saran
Perawat dari segala bidang pekerjaan dapat diminta untuk memberikan perawatan kepada penderita infeksi HIV. Tantangan yang dihadapi perawat disini bukan hanya tantangan fisik penyakit yang bersifat epidemic tapi juga masalah emosi dan etis. Kekhawatiran, ketakutan akan tertular penyakit tersebut dialami oleh perawat, tetapi di satu sisi itu merupakan tanggung jawab untuk memberikan perawatan, penghargaan terhadap klarifikasi, kerahasiaan pasien.
Perlu diingat bahwa disini perawat tetap bertanggung jawab terhadap kerahasiaan dan privasi pasien. Perawat setiap hari bergelut dengan orang-orang yang sakit dan kematian, dan AIDS adalah penyakit dengan tingkat mortalitas yang tinggi, yang kematiannya relative cepat, dan yang terutama adalah penyakit yang tidak bisa disembuhkan. Maka akan terjadi peningkatan stressor perawat, untuk menghindari itu pahami betul apa yang sedang kita hadapi. Proteksi diri kita sendiri, cegah infeksi dan penularan penyakit tersebut pada saat kita harus berhadapan dengannya, karena itu merupakan tanggungg jawab kita. Jangan sampai menunjukkan perasaan takut dan cemas tersebut dihadapan pasien karena itu sangat tidak etis, sebab kita merupakan orang yang dituntut untuk tahu banyak tentang penyakit AIDS dan pencegahan penularannya.































DAFTAR PUSTAKA





Suzanne C. Smeltzer, Brenda G. Bare, Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Sudarth ed. 8, EGC, Jakarta, 2001.
Marylinn E. Doenges, Rencana Asuhan Keperawatan Ed.3, EGC, Jakarta, 1999.
Dr. H. Sujudi, Mikrobiologi Kedokteran, Binarupa Aksara, Jakarta, 1994.
http://www.mer-c.org/mc/ina/ikes/ikes_0604_aids.htm

Tidak ada komentar:

Posting Komentar