Saat ini kebijakan
pembiayaan kesehatan yang berlaku di Indonesia tidak konsisten dengan UU yang
mengaturnya. Disatu pihak, peraturan yang mengatur kebijakan ini yaitu UU no 40
Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional menyatakan bahwa sistim pembiayaan
kesehatan berbasis asuransi sosial, namun dalam implementasinya
systempembiayaan kesehatan di Indonesia didominasi oleh pembiayaan pemerintah
dari sumber pajak.
Sistem asuransi sosial mewajibkan pesertanya membayarkan premi ke lembaga asuransi yang ditunjuk negara. Saat ini kurang dari 10% penduduk Indonesia (sekitar 17 juta orang)yaitu hanya pegawai negeri peserta PT Askes dan pegawai swasta peserta Jamsostek yang sudah masuk dalam sistem asuransi kesehatan sosial.
Sistem pembiayaan
kesehatan yangberlaku sekarang didominasi sistem pajak yaitu negara membayar
langsung kepada pemberi pelayanan kesehatan melalui mekanisme Jaminan Kesehatan
Masyarakat atau JaminanKesehatan Daerah (Jamkesmas/Jamkesda) yang mencakup
lebih dari 75 juta penduduk.
Program Jamkesmas adalah suatu program pengganti Asuransi Kesehatan untuk Keluarga Miskin (Askeskin) yang mulai dilaksanakan tahun 2008. Pemerintah mengatakan jika SJSNefektif nanti diterapkan sepenuhnya di indonesia maka Program Jamkesmas akan disesuaikan dengan SJSN tersebut.
Sementara itu dualisme yang berlangsung yaitu antara UU yang berlaku dan implementasinya di lapangan, membingungkan pengambilan kebijakan teknis dan berdampak padainefesiensi , kurang tepatnya sasaran dan ketidakadilan akses dalam pelayanan kesehatan.
Padahal sekarang ini Indonesia memerlukan suatu kebijakan yang menyeluruh dan terpadu untuk menjawab tantangan yang dihadapi dalam pembiayaan kesehatan yangsemakin kompleks yang disebabkan antara oleh: perubahan pola kependudukan Indonesia, jenis penyakit yang dihadapi dan juga perubahan nutrisi yang disebabkan oleh perubahan polahidup.
Indonesia masih dianggap negara yang kurang memberikan prioritas kesehatan untuk penduduknya. Hal ini dibuktikan dengan rendahnya alokasi dana pemerintah untuk sektor kesehatan yangjumlahnya hanya sekitar 2% dari PDB, dan masih jauh dibawah rekomendasi Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO yang merekomendasikan 5% dari PDB.
Saat ini kebijakan pembiayaan kesehatan yang berlaku di Indonesia tidak konsisten dengan UU yang mengaturnya. Disatu pihak, peraturan yang mengatur kebijakan ini yaitu UU no 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional menyatakan bahwa sistim pembiayaan kesehatan berbasis asuransi sosial, namun dalam implementasinya sistem pembiayaan kesehatan di Indonesia didominasi oleh pembiayaan pemerintah dari sumber pajak.
Sistem asuransi sosial mewajibkan pesertanya membayarkan premi ke lembaga asuransi yang ditunjuk negara. Saat ini kurang dari 10% penduduk Indonesia (sekitar 17 juta orang) yaitu hanya pegawai negeri peserta PT Askes dan pegawai swasta peserta Jamsostek yang sudah masuk dalam sistem asuransi kesehatan sosial. Sistem pembiayaan kesehatan yang berlaku sekarang didominasi sistem pajak yaitu negara membayar langsung kepada pemberi pelayanan kesehatan melalui mekanisme Jaminan Kesehatan Masyarakat atau Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesmas/Jamkesda) yang mencakup lebih dari 75 juta penduduk.Program Jamkesmas adalah suatu program Undang Undang Sistem Jaminan Sosial Nasional (UU no 40/2004) belum dapat diberlakukan efektif Undang-undang ini telah ditandatangani Presiden Megawati tahun 2004, namun sampai saat ini belum ada Peraturan Pemerintah (PP) yang mengimplementasikan UU tersebut.
Program Jamkesmas adalah suatu program pengganti Asuransi Kesehatan untuk Keluarga Miskin (Askeskin) yang mulai dilaksanakan tahun 2008. Pemerintah mengatakan jika SJSNefektif nanti diterapkan sepenuhnya di indonesia maka Program Jamkesmas akan disesuaikan dengan SJSN tersebut.
Sementara itu dualisme yang berlangsung yaitu antara UU yang berlaku dan implementasinya di lapangan, membingungkan pengambilan kebijakan teknis dan berdampak padainefesiensi , kurang tepatnya sasaran dan ketidakadilan akses dalam pelayanan kesehatan.
Padahal sekarang ini Indonesia memerlukan suatu kebijakan yang menyeluruh dan terpadu untuk menjawab tantangan yang dihadapi dalam pembiayaan kesehatan yangsemakin kompleks yang disebabkan antara oleh: perubahan pola kependudukan Indonesia, jenis penyakit yang dihadapi dan juga perubahan nutrisi yang disebabkan oleh perubahan polahidup.
Indonesia masih dianggap negara yang kurang memberikan prioritas kesehatan untuk penduduknya. Hal ini dibuktikan dengan rendahnya alokasi dana pemerintah untuk sektor kesehatan yangjumlahnya hanya sekitar 2% dari PDB, dan masih jauh dibawah rekomendasi Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO yang merekomendasikan 5% dari PDB.
Saat ini kebijakan pembiayaan kesehatan yang berlaku di Indonesia tidak konsisten dengan UU yang mengaturnya. Disatu pihak, peraturan yang mengatur kebijakan ini yaitu UU no 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional menyatakan bahwa sistim pembiayaan kesehatan berbasis asuransi sosial, namun dalam implementasinya sistem pembiayaan kesehatan di Indonesia didominasi oleh pembiayaan pemerintah dari sumber pajak.
Sistem asuransi sosial mewajibkan pesertanya membayarkan premi ke lembaga asuransi yang ditunjuk negara. Saat ini kurang dari 10% penduduk Indonesia (sekitar 17 juta orang) yaitu hanya pegawai negeri peserta PT Askes dan pegawai swasta peserta Jamsostek yang sudah masuk dalam sistem asuransi kesehatan sosial. Sistem pembiayaan kesehatan yang berlaku sekarang didominasi sistem pajak yaitu negara membayar langsung kepada pemberi pelayanan kesehatan melalui mekanisme Jaminan Kesehatan Masyarakat atau Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesmas/Jamkesda) yang mencakup lebih dari 75 juta penduduk.Program Jamkesmas adalah suatu program Undang Undang Sistem Jaminan Sosial Nasional (UU no 40/2004) belum dapat diberlakukan efektif Undang-undang ini telah ditandatangani Presiden Megawati tahun 2004, namun sampai saat ini belum ada Peraturan Pemerintah (PP) yang mengimplementasikan UU tersebut.
UU SJSN juga telah
mengalami uji judicial (Judicial Review) oleh Mahkamah Konstitusi dan salah
satu pasalnya dianulir (pasal 5 yaitu menyangkut penyebutan PT Askes, PT
Jamsostek, PT Taspen dan ASABRI sebagaiBadan Penyelenggara Jaminan Sosial).
Selain itu, UU yang memuat Sistem Jaminan Kesehatan, Pensiun dan Jaminan Kematian seperti UU no 40/2004 mendapatkan kritik yang tajam. Banyak negara maju yang memisahkan Jaminan Kesehatan dari Jaminan Sosial lain. Contoh terbaru adalah UU reformasi system asuransi kesehatan di Amerika Serikat yang berhasil diberlakukan oleh Pemerintah Obama.
Selain itu, UU yang memuat Sistem Jaminan Kesehatan, Pensiun dan Jaminan Kematian seperti UU no 40/2004 mendapatkan kritik yang tajam. Banyak negara maju yang memisahkan Jaminan Kesehatan dari Jaminan Sosial lain. Contoh terbaru adalah UU reformasi system asuransi kesehatan di Amerika Serikat yang berhasil diberlakukan oleh Pemerintah Obama.
UU SJSN ini
dianggap oleh banyak daerah sebagai sistim yang "sentralistik" dan
"tidak sesuai dengan semangat desentralisasi" karena tidak memberikan
kewenangan sepenuhnya kepada pemerintah lokal untuk memenuhi pelayanan
kesehatan masyarakat lokal. Dengan berbagai hambatan, kesulitan serta
kompleksitas dari pemberlakuan UU SJSN ini, justru yang diperlukan Indonesia
sekarang ini adalah suatu system jaminan kesehatan yang menyeluruh.
Tidak
mengherankan kalau sekarang ini UU no 40/2004 belum efektif menjawab tantangan
pembiayaan kesehatan penduduk Indonesia. Askeskin/Jamkesmas Kurang Efektif
Menjamin Kesetaraan Layanan Kesehatan Berbagai studi yang dikompilasi Bank
Dunia menyimpulkan bahwa Jamkesmas ternyata hanya membantu masyarakat tidak
mampu yang hidup di sekitar kota (urban poor), tetapi tidak masyarakat miskin
di desa (rural poor) karena kesulitan mencapai pusat layanan kesehatan dan
tidak meratanya fasilitas layanan kesehatan.
Walaupun demikian,
program ini cukup membantu mereka yang sakit sehingga terhindar dari pemiskinan
akibat sakit. Dibandingkantahun 2001, pada tahun 2006 terjadi penurunan beban
biaya rumah tangga akibat sakit sebesar kurang lebih separuhnya.
UU SJSN dan
Jamkesmas adalah kebijakan yang didasarkan pada dua prinsip yang berbeda UU
SJSN adalah sistem pembiayaan berbasis Asuransi Sosial sedangkan Jamkesmas dan
juga sebagian Jamkesda adalah sistem berbasis pajak tanpa
perhitungan asuransi.
Suatu negara biasanya hanya mempunyai satu sistem yang utama, yaitu sistim pajak atau asuransi. Inggris misalnya memilih untuk menggunakan sistem pajak, sedangkan Jerman memilih sistem asuransi. Indonesia dengan “dualisme” sistem ini menyebabkan permasalahan dalam implementasinya, misalnya antara lain tidak tepatnya sasaran peserta Jamkesmas, rumitnya sistem klaim oleh rumah sakit, dan tingginya biaya administrasi.
Rekomendasi Kebijakan
Suatu negara biasanya hanya mempunyai satu sistem yang utama, yaitu sistim pajak atau asuransi. Inggris misalnya memilih untuk menggunakan sistem pajak, sedangkan Jerman memilih sistem asuransi. Indonesia dengan “dualisme” sistem ini menyebabkan permasalahan dalam implementasinya, misalnya antara lain tidak tepatnya sasaran peserta Jamkesmas, rumitnya sistem klaim oleh rumah sakit, dan tingginya biaya administrasi.
Rekomendasi Kebijakan
Dianjurkan agar
Indonesia segera memutuskan untuk memilih satu sistem pembiayaan utama dan
konsisten dengan pelaksanaannya.
Pilihan 1:
Apabila ingin memperluas kepesertaan Jamkesmas (melalui mekanisme pajak tanpa menggunakan prinsip asuransi sosial) maka perlu ada revisi UU SJSN.Bila perlu memisahkan UU tentang Jaminan Kesehatan berdiri sendiri, terpisah dari UU SJSN. Hal ini kemudian diikuti dengan peningkatan pendapatan sektor pajak untuk menjaga agar tersedia anggarankesehatan yang memadai guna menjamin keberlangsungan Jamkesmas.
Pilihan 1:
Apabila ingin memperluas kepesertaan Jamkesmas (melalui mekanisme pajak tanpa menggunakan prinsip asuransi sosial) maka perlu ada revisi UU SJSN.Bila perlu memisahkan UU tentang Jaminan Kesehatan berdiri sendiri, terpisah dari UU SJSN. Hal ini kemudian diikuti dengan peningkatan pendapatan sektor pajak untuk menjaga agar tersedia anggarankesehatan yang memadai guna menjamin keberlangsungan Jamkesmas.
Pilihan 2
Namun apabila ingin konsisten dengan UU SJSN (yaitu melalui mekanisme asuransi kesehatan sosial) sebaiknya segera disusun Peraturan Pemerintah(PP), Keputusan Menteri Kesehatan (Kepmenkes) atau aturan perundangan teknis yang lain yang mendukung agar UU SJSN ini dapat diberlakukan.
Namun apabila ingin konsisten dengan UU SJSN (yaitu melalui mekanisme asuransi kesehatan sosial) sebaiknya segera disusun Peraturan Pemerintah(PP), Keputusan Menteri Kesehatan (Kepmenkes) atau aturan perundangan teknis yang lain yang mendukung agar UU SJSN ini dapat diberlakukan.
Sistem pembiayaan
kesehatan berfungsi untuk memberikan jaminan pembiayaan kesehatan agar
masyarakat dapat terhindar dari pengeluaran biaya yang besar ketika mereka
sakit. Apapun sistemnya (alternatif 1 atau 2), asal ada fungsi perlindungan
finansil yang dapat diberlakukan maka system tersebut dapat dikatakan efektif.
Selain itu, system pembiayaan juga harus menjamin adanya equity atau kesetaraan
akses layanan kesehatan pada masyarakat.
Sistem pembiayaan jangan hanya menguntungkan mereka yang mudah memperoleh akses layanan kesehatan, seperti misalnya mereka yang tinggal di kota besar atau dekat kota yang jumlah penyedia layanan kesehatannya memadai. Akhirnya, sistim pembiayaan kesehatan ini hanya akan efektif bila disediakan juga suatu sistem penyediaan pelayanan kesehatan yang merata.
Sumber : dr. Sigit Riyarto, M.Kes/Prof. dr. Laksono Trisnantoro, MSc, Ph.D
Sistem pembiayaan jangan hanya menguntungkan mereka yang mudah memperoleh akses layanan kesehatan, seperti misalnya mereka yang tinggal di kota besar atau dekat kota yang jumlah penyedia layanan kesehatannya memadai. Akhirnya, sistim pembiayaan kesehatan ini hanya akan efektif bila disediakan juga suatu sistem penyediaan pelayanan kesehatan yang merata.
Sumber : dr. Sigit Riyarto, M.Kes/Prof. dr. Laksono Trisnantoro, MSc, Ph.D
Tidak ada komentar:
Posting Komentar